Friday, February 8, 2019

Review Ibis Hotel Malaka

Masih mengenai penginapan di Malaka, saat di Malaka kemarin, selain menginap di SGI Vacation Club, kami pun menginap di hotel Ibis Malaka. Mengapa? Alasan sederhananya adalah karena Family Conference yang kami ikuti diselenggarakan di hotel tersebut. Melihat jadwal yang padat, ditambah lagi banyaknya kegiatan di malam hari, kami pun memutuskan untuk mengikuti keluarga yang lain tinggal di hotel tersebut. Keputusan kami tepat dan kami pun sangat menyukainya.
Lobby hotel yang langit-langitnya mirip dengan Venesian 
Ibis Malaka terletak di Little India, tepatnya di Jalan Bendahara. Hotel ini berjarak kurang lebih 800 meter dari pusat historical site dan Jonker Street. Walaupun terkesan lumayan jauh, namun ternyata tidak sejauh yang dibayangkan. Apalagi kami berjalan melalui riverside. Dapat dikatakan Ibis Melaka termasuk strategis.

Hotel ini memiliki 6 tipe kamar. Kami memilih standard room dengan 2 ranjang berukuran single. Kamar ini berukuran 22 meter persegi, yang menurut kami cukup luas (akibat terbiasa menginap di guesthouse). Di dalam kamar disediakan kulkas mini yang lumayan untuk menyimpan minuman-minuman. Kamar yang kami tempati pun bersih dan menyenangkan.
Kamar mandi yang unik dengan lantai dari 'bata'
Kamar Standard dengan 2 ranjang. 
Bagaimana untuk makanan? Ibis Malaka mempunyai restoran yang bernama Ibis Kitchen. Di pagi hari restoran ini menyediakan berbagai macam makanan. Dari ala Chinese Food seperti dimsum, ala western, hingga ala Melayu pun ada. Sayangnya untuk anak-anak yang berusia diatas 5 tahun sudah dikenakan biaya setengah harga dari harga yang orang dewasa.
Ibis Kitchen di pagi hari. Masih sepi 
Selain itu, karena lokasinya yang strategis, kami pun dapat mencari makan di sekitar tempat ini. Di samping hotel terdapat kedai Chinese food yang makanannya enak dan harganya murah. Beberapa toko di sebelah hotel pun terdapat Saravanna yang menual makanan India. Sedangkan di ujung jalan Bendahara terdapat Chicken Rice Ball Famosa. Dan dua blok setelah itu terdapat food court yang menjual banyak makanan seperti laksa, wanton noodle, dan coconut shake. Intinya, banyak sekali makanan di sekitar hotel ini.
Restoran India, agak mirip dengan Restoran Padang
Selain tempat makan, di sekitar hotel pun terdapat banyak toko. Di seberang hotel terdapat bakery dengan kue-kue yang enak dan murah. Masih di deretan yang sama juga terdapat klinik dan toko obat. Di deretan itu juga terdapat minimarket7-11. Jika ingin mencari oleh-oleh, ternyata di dekat sini juga terdapat Tan Kim Hock, tempat snack dengan harga yang murah.
Kedai di dekat hotel Ibis  
Selain lokasi dan kebersihan, kami juga menyukai keramahan staf yang ada. Salah satu staf di sini adalah orang Indonesia asal Medan. Ternyata banyak orang Medan yang bekerja di Malaka. Hal ini wajar karena jarak dari Medan ke sini cukup dekat.

Pengalaman kami tinggal di sana selama empat hari cukup menyenangkan. Nampaknya hotel ini pun dapat menjadi alternatif bagi para traveler yang menginap di Malaka.
Ibis Malaka

Sunday, November 25, 2018

Review Ahyu Hotel Kuala Lumpur


Awal bulan ini kami mengikuti Family Conference di Melaka. Melaka sendiri merupakan salah satu negara bagian di Malaysia. Sayangnya tidak ada pesawat yang langsung menuju Melaka dari Jakarta. Untuk menuju negara bagian ini, kami harus terbang dulu ke Kuala Lumpur, baru melanjutkan perjalanan menuju  Melaka dengan menggunakan bus. 

Berhubung kami mendapatkan tiket murah saat ada promo kursi gratis, maka kami mempunyai waktu lebih lama sebelum Family Conference dimulai. Dan karena ini adalah pertama kalinya bagi saya dan anak-anak menginjakkan kaki di KL, maka kami pun membuat agenda untuk berjalan-jalan terlebih dahulu. Akhirnya kami menjadwalkan untuk menginap satu malam di KL, baru melanjutkan perjalanan ke Melaka.

Tempat mana sih yang enak untuk menginap di Kuala Lumpur? Pasti banyak orang menjawab daerah Bukit Bintang. Hal ini wajar, karena di daerah Bukit Bintang banyak sekali tempat-tempat wisata dan kuliner yang gampang dicari. Namun kami mempunyai opsi lain.

Karena kami akan ke Melaka dengan menggunakan bus, maka kami mencari penginapan yang aksesnya mudah alias tidak jauh dari stasiun LRT. Kenapa LRT? Karena stasiun bus menuju Melaka yaitu Terminal Bersepadu Selatan (TBS) terhubung dengan stasiun LRT Bandar Tasik Selatan (BTS). Jadi akan lebih mudah jika kami tidak menyeberang antara LRT, monorail, dan komuter. 

Pilihan kami saat itu pun jatuh ke Ahyu Hotel. Di Agoda, Ahyu Hotel termasuk hotel yang ada di kawasan Chinatown. Walau Ahyu Hotel termasuk hotel bintang dua, namun review Ahyu Hotel pun bagus, yaitu 8.8 dari 10 (kami sengaja mencari hotel yang review diatas 8 karena banyak yang mereview walau hotelnya bagus dan score diatas 8, bisa jadi bermasalah dalam hal kebersihan). Jaraknya yang hanya berkisar 100 meter dari stasiun LRT membuat kami pun memilih hotel ini.

Walaupun termasuk dalam kawasan Chinatown, lokasi Ahyu Hotel lebih berada di perbatasan Chinatown dan Little India. Jadi toko di sekelilingnya adalah toko-toko yang menjual pernak-pernik dan cemilan khas India. Apalagi saat kami datang adalah malam Deepavali. Sepanjang jalan dipenuhi dengan persiapan menyambut Deepavali.
Persiapan menyambut Deepavali 
Saat kami masuk ke dalam hotel, kami pun disambut dengan ramah dengan petugas yang ada. Mereka menerangkan bahwa ada deposit 50 RM dan pajak wisata sebesar 10 RM per malam (yang keduanya sudah kami ketahui saat membaca kebijakan yang mereka cantumkan di Agoda). Namun ternyata ada tambahan 6% service tax yang belum termasuk. Semua pajak tersebut dibayarkan saat kami check in.
Kebijakan Ahyu Hotel dan Pemerintah.
Internet station yang disediakan oleh Ahyu Hotel. 
Seperti biasa, kami memilih kamar windowless atau tanpa jendela. Dengan pertimbangan toh hanya untuk dipakai tidur, dan selama ini saat kami menginap di Mago, Step Inn, ataupun The Fragrance, kamar tanpa jendela pun tetap bersih. Dan kami pun mendapatkan bahwa kamar yang kami tempati bersih.
Twin room without window. Bersih dan tidak sumpek. 
Perlengkapan di kamar.
Yang kami suka dari kamar kami adalah walaupun tidak luas, namun mereka menatanya dengan baik. Jadi kamar tidak terasa sumpek. AC di Ahyu Hotel luar biasa dingin, mungkin juga karena hari itu hujan deras sekali. Belum lagi kamar mandi yang bersih dan tersedia air panas. Peralatan mandipun disediakan dengan lengkap.
Kamar mandi dengan sekat.
Yang menjadi kekurangan dari hotel ini adalah Ahyu Hotel tidak menyediakan sarapan. Walaupun demikian, di sekitar hotel banyak tempat makan yang buka dari pagi, baik restoran cepat saji ataupun makanan lokal. Selain itu mungkin karena lokasinya, di sepanjang jalan dari stasiun menuju hotel terdapat beberapa pengemis yang tidur dan mengemis di pinggir jalan. Kami cukup kaget juga karena ternyata di kota besar seperti Kuala Lumpur masih ada juga pengemis.
Malam Deepavali yang ramai di kawasan ini.  
Bagaimana saat kami check out? Proses check out berlangsung cepat. Setelah kami turun dan petugas memeriksa kamar yang kami tinggalkan, dalam waktu kurang dari 5 menit deposit kami dikembalikan utuh. Secara keseluruhan, kami tidak keberatan untuk menginap di sini lagi karena lokasinya yang dekat dengan stasiun LRT dan dekat dengan daerah gedung tua alias Colonial Walk
Koridor hotel yang unik.

Friday, August 24, 2018

Culture Day (part 2): The Residence of Tan Teng Niah di Litte India dan Haji Lane


Seperti yang saya utarakan di artikel sebelumnya, tujuan kelayapan kami hari ini adalah anak-anak mengenal kebudayaan lain dan melihat walaupun berbeda (dan bukan keluarga), tetapi tetap bisa akur-akur saja. Setelah berkeliling di Chinatown, kami pun menaiki MRT menuju Little india. Dari Chinatown, kami hanya perlu naik MRT North East Line ke arah Punggol dan berhenti dua perhentian setelah Chinatown, yaitu Little India.
Peta kawasan Little India
Little India merupakan salah satu kawasan yang ramai. Dulunya, orang-orang dari India didatangkan ke Singapore untuk dipekerjakan sebagai buruh perkebunan. Beberapa diantaranya ada yang menjadi peternak sapi atau kerbau dan bekerja di ladang pertanian. Di tahun 1840an, banyak orang Eropa yang tinggal di sini. Hal ini dikarenakan dahulu di daerah ini ada pacuan kuda. Sehingga orang-orang Eropa ini tinggal disini untuk bertemu dan berbaur. Dan bukan hanya orang Eropa yang tinggal di sini. Walaupun Little India terkenal sebagai tempat dimana ternak diperjualbelikan, ternyata banyak pengusaha Tionghoa yang membuka usaha, seperti rotan, pabrik nanas, dan pabrik pengeringan karet. Memang tidak berhubungan dengan urusan ternak, namun usaha-usaha ini saling menopang (simbiosis mutualisme).
Mural di tembok yang menggambarkan kisah masa lalu dan nama jalan, Kerbau road.
Little India juga merupakan salah satu distrik yang ramai di Singapore. Selain bangunan-bangunannya, wisata kuliner di kawasan ini menjadi alasan orang-orang jalan-jalan ke daerah ini. Sedangkan alasan kami berkunjung ke Little India adalah selain agar anak-anak melihat gambaran tentang mini India dan kebudayaannya, adalah untuk melihat kediaman Tan Teng Niah.
Jendela khas rumah peranakan.
Tan Teng Niah adalah salah satu pengusaha keturunan Tionghoa. Dia membangun rumah untuk istrinya di awal tahun 1900 di daerah Little India. Rumah ini terdiri dari 8 kamar. Salah satu ciri dari rumah ini dimasa lampau adalah pintu pagar dan plat tulisan kaligrafi Siew Song. Pintu Pagar (bahasa Melayu untuk "pintu kayu yang berayun") dipahat dengan sangat luwes dan ruang depan rumah penuh dengan gulungan dinding. Di atas pintu masuk adalah plat nama berlapis emas dengan tulisan kaligrafi Siew Song ("pinus elegan" atau "pinus halus" dalam bahasa Mandarin). Bagi orang Cina, pinus menunjukkan daya tahan dan mengekspresikan aspirasi mereka. Pada tahun 1980, rumah ini dipugar dan menjadi cagar budaya. Pada tahun 1981, kediaman Tan Teng Niah ini mendapatkan penghargaan Singapore Institute of Architects Honorable Mention.
Rumah warna-warni yang menarik hati para turis untuk berfoto di depannya.
Tidak banyak yang dapat kami lakukan selain berfoto di depan dan berkeliling di sekitar tempat ini. Berbeda Chinatown yang terlihat ramai, Little India terlihat tidak begitu ramai. Mungkin karena siang hari yang begitu panas sehingga sepi orang yang berjalan-jalan di sini. Dan udara yang panas ini juga yang membuat anak-anak meminta untuk segera kembali ke stasiun MRT. Kami pun kembali ke stasiun MRT. Tujuan kami selanjutnya adalah Haji Lane yang berada di daerah Bugis. Hanya satu pemberhentian saja dari Little India dan kami pun sampai di stasiun Bugis.

Stasiun Bugis merupakan salah satu stasiun yang ramai dikunjungi. Dibandingkan tadi saat berjalan-jalan di Little India, daerah Bugis jauh lebih ramai dan modern. Bahkan Bugis merupakan tujuan turis dari Indonesia. Apalagi bagi para turis yang mau sekalian ke daerah Johor Baru. Karena saat kami datang adalah hari Jumat, kami mendengarkan suara khotbah Jumat di masjid terdekat. Memang tidak seramai di Jakarta, namun cukup mewakili kemajemukan yang ada di Singapore.
Gang Haji alias Haji Lane
Haji Lane sebetulnya hanya gang kecil nan panjang di Kampong Glam. Dulunya di tempat ini banyak orang-orang keturunan Arab yang membuka usaha semacam umroh dan naik haji di shophouse mereka (Haji Lane dekat dengan Arab Street). Namun lama-lama usaha ini tidak berkembang. Di tahun 1960an gang ini menjadi tempat tinggal bagi keluarga Melayu yang kurang mampu. Namun sejalan dengan berkembangnya perekonomian Singapore, semakin meningkat tingkat ekonomi masyarakatnya, di tahun 1970an shophouse di Haji Lane mulai kosong dan gang ini mulai seperti tidak ada kehidupan. Namun di tahun 2000an, Haji Lane mulai hidup kembali dan dikenal sebagai kawasan anak muda. Gang ini kini diisi dengan kafe, tempat makan, dan toko-toko unik. Yang membuat jalanan ini menjadi happeningadalah lukisan yang ada di dinding-dinding di sepanjang gang ini.
Es kepal Milo pun lagi booming di Singapore =)
Entah bagaimana cara melukisnya ...semua penuh warna dan gambar.
Penjaga pintu yang setia menunggu customer
Awalnya Duo Lynns merasa tidak nyaman karena gambarnya agak gelap gimana gitu. Apalagi mereka kepanasan. Kami pun berhenti sebentar untuk membeli minum di hawker centre terdekat, yaitu Blanco Court. Di depan Blanco Court terdapat restoran makanan khas Meksiko, Piedra Negra. 
Blanco Court. Walau sudah siang, tetap saja ramai pengunjung.
Bisa beli minuman dari jendela ini juga loh
Dan ternyata di belakang resto ini, yang menghadap ke Ophir Road, terdapat hidden gem, yaitu spot cantik yang dihiasi dengan lukisan yang lebih indah dan futuristik. Dengan warna yang cantik dan menarik, bagian belakang Piedra Negra ini menjadi tempat kesukaan anak-anak untuk berfoto.
Gambar dibagian Haji Lane.
Our hidden gem. Futuristik dan cerah warnanya.
Perjalanan budaya kami pun selesai sudah. Dalam waktu kurang dari empat jam, anak-anak mendapatkan pengalaman untuk melihat bermacam-macam kebudayaan dan kepercayaan yang berbeda dengan mereka namun semuanya dapat hidup bersama. Seperti di tengah-tengah daerah Chinatown ada kuil Hindu, lalu di derah Little India adalah rumah peranakan yang dilestarikan. Saat ditanya apakah mereka menikmati acara jalan (yang betul-betul jalan seperti biasanya), Duo Lynns berkata mereka menikmatinya, walaupun kuyup dan kepanasan =D
Gaya si kakak
Gaya favorit adik =D
Sekilas Informasi
Little India
Cara menuju ke sana: stasiun Little India

Tan Teng Niah
Alamat: 37 Kerbau Road, Singapore
Cara menuju ke sana: stasiun Little India exit E.

Haji Lane
Cara menuju ke sana: stasiun Bugis exit D, jalan menuju North Bridge Road.

Note: untuk mengetahui cerita perjalanan kami saat liburan di Singapore , silakan klik link berikut ini.