Tuesday, January 8, 2019

Menjelajah Tempat-Tempat Bersejarah di Melaka

Sebagai tempat Portugis mendarat pertama kali di Asia, Malaka menyimpan banyak kisah sejarah. Apalagi selama berabad-abad, Malaka dikuasai berganti-gantian oleh Portugis, Belanda dan Inggris hingga kemerdekaan Malaysia di tahun 1957. Hal ini membuat Malaka menjadi tempat berpusatnya berbagai macam kebudayaan. Tidak heran pada tahun 2008 UNESCO menetapkan Malaka menjadi salah satu world heritage. Hal ini membuat kami ingin melihat juga historical site di Malaka. Oleh sebab itu, sebelum conference dimulai, kami sengaja mengambil satu hari untuk berkeliling melihat historical site di Malaka.

Setelah check in di SGI Vacation Club, kami pun memulai kunjungan kami untuk melihat bangunan-bangunan tua yang penuh dengan sejarah tersebut. Supaya jalan tidak terlalu jauh, kami pun berjalan lewat Dataran Pahlawan Mall. Mall yang satu ini merupakan salah satu mall besar di Malaka. Banyak outlet brand-brand terkenal di mall ini. Mall ini terbagi dua dan di tengah-tengahnya terdapat lapangan atau dataran yang besar.  Keluar dari mall ini, kami pun sudah langsung berada di depan jalan yang penuh dengan historical site.

1. Porta De Santiago (A’Famosa)
Action dulu di depan meriam.
Benteng ini didirikan oleh admiral Portugis, Alfonso d’Albuquerque (siapa yang masih ingat pelajaran sejarah dulu?) pada tahun 1511. Sayangnya pada saat Belanda menginvansi pada tahun 1641, A’Famosa mengalami banyak kerusakan. Yang tersisa hanya gerbang depannya dan juga meriam kuno. Walaupun demikian, tempat ini penuh oleh turis yang ingin mengabadikan foto mereka di depan gerbang benteng ini. Di sini juga sering ada pertunjukan seni oleh seniman yang mengecat tubuhnya dengan warna emas ataupun perak.
A Famosa yang ramai dengan turis.
Di dekat A’Famosa terdapat istana kesultanan Malaka. Istana ini merupakan replika dari bentuk istana pada abad 15. Di dalam istana ini terdapat pameran-pameran yang berhubungan dengan kebudayaan Malaka. Bagi turis yang mau masuk, jangan lupa siapkan 10 RM untuk tiket masuk.
Kesultanan Malaka
2. Jalan Kota.
Jalan Kota
Di sepanjang jalan kota ini terdapat banyak muzium atau musium, yaitu Malay and Islam World Museum, Stamps Museum, People’s and Kite Museum, UMNO Museum, Islamic Museum, dan Architecture Museum. Museum-museum ini dapat dikunjungi. Harga tiket masuknya pun bervariatif, dari 5 hingga 10 RM. 
Museum Islam Melaka
Musium UMNO Melaka
Di depan museum-museum ini terdapat Coronation Park. Di Coronation Park terdapat gerbong kereta dan pesawat yang didalamnya terdapat banyak souvenir. Harganya pun murah-murah.
Tempat jual suvenir.
Selain itu ada banyak becak wisata yang dapat dinaiki. Biasanya becak ini menawarkan round trip dari satu tempat ke tempat lain. Ada juga yang hanya sekali jalan. Uniknya dari becak ini, saat naik becak akan ada lagu yang diputar, dari lagu Melayu, Indonesia, Mandarin, sampai lagu India. Harganya pun bervariasi dari 15 hingga 40 RM.
Abang becak yang menunggu turis-turis.
3. St. Paul’s Hill
St. Paul Malaka
Gereja St. Paul merupakan salah satu bangunan bersejarah di Malaka yang dibangun pada tahun 1521. Bangunan gereja yang berada di atas bukit ini merupakan bangunan gereja tertua di Malaysia dan Asia Tenggara. Di gereja yang awalnya didedikasikan sebagai kapel sederhana inilah jenazah Fransiskus Xaverius, pionir misionaris Katolik di Asia Tenggara, disemayamkan di sini selama 8 bulan setelah beliau meninggal.
View dari bukit.
Bagian dalam St. Paul
Sama seperti Ruin of St. Paul yang di Macau, gereja St. Paul yang ada di Malaka pun hanya tinggal reruntuhan. Di bagian dalam gereja ini terdapat beberapa penjual souvenir. Sedangkan sejak tahun 1952, di bagian depannya terdapat patung Fransiskus Xaverius. Patung yang didirikan dalam rangka memperingati persinggahan beliau di Malaka yang ke-400. 
Patung Fransiskus Xaverius.
4. Kawasan Red Square
Stadthuys.
Kawasan Red Square atau Dutch Squaremerupakan kawasan kota tua yang menjadi ikon di Malaka. Kawasan ini disebut Red Squarekarena seluruh dindingnya berwarna merah bata dengan arsitektur Eropa klasik. Salah satunya adalah Stadthuys. Dulunya gedung ini digunakan sebagai balai kotaatau gedung gubernur untuk menjalankan pemerintahan pada saat penjajahan. Sekarang gedung ini berubah fungsi menjadi museum sejarah dan etnografi.
Duo Lynns foto dengan becak baby shark.
Di seberang jalan dari gedung ini terdapat Windmill yang menjadi ciri khas Belanda. Dikelilingi dengan tanaman-tanaman, kincir angin ini membuat orang jadi berhenti untuk berfoto. Yah, walau belum ke Belanda, tetapi sudah foto depan kincir angin=D
Windmill:)
5. Christ Church
Christ Church
Christ Churchjuga termasuk salah satu bangunan yang ada di kawasan Red Square. Gereja Anglikan ini berdiri sejak tahun 1753 oleh Belanda. Gereja ini dibangun selama 12 tahun. Hal yang menarik dari gereja ini adalah langit-langit yang panjangnya sekitar 8 kaki ini berada dalam satu konstruksi tanpa ada pengikatnya. Gereja ini masih digunakan sebagai tempat ibadah di hari Minggu. Ada 3 ibadah yang diselenggarakan di hari Minggu, yaitu ibadah dalam bahasa Inggris, Mandarin, dan juga bahasa Melayu.

6. Clock Tower dan Victoria Fountain
Victoria Tower
Di depan Red Square, terdapat Victoria Fountain dan Clock Tower atau menara jam Tan Beng Swee. Papapun langsung menebak bahwa Victoria Fountain dan Clock Tower ini merupakan peninggalan saat Inggris berkuasa di Malaka. Maklum, hampir setiap Negara Commonwealth selalu memiliki dua ikon ini. Namun walaupun demikian, Clock Tower ini merupakan pemberian dari Tan Jiak Kim untuk memenuhi keinginan ayahnya, Tan Beng Swee. Itulah sebabnya menara jam ini juga bernama menara jam Tan Beng Swee.
Adik yang teler pun tidak mau melewatkan berfoto di depan Clock tower.
Selain itu, di depan kawasan Red Square ini juga terdapat tulisan I Love Malaka. Sama seperti saat berkeliling di Colonial Walk Kuala Lumpur, kami pun antri untuk berfoto di tulisan ini. Sayangnya sebagian turis tidak mau mengantri. Turis dari Mainland pun dengan asyik langsung melompat tanpat mengikuti antrian yang jelas. Awalnya kami diam saja, berhubung tidak bisa menegur oma opa ini. Namun lama-lama, mereka semakin semaunya. Anak-anak pun mulai mengeluh. Akhirnya kami pun memberanikan diri menyuruh anak-anak untuk langsung berdiri di depan tulisan tersebut.
Spot foto yang ramai.
7. Berjalan menyusuri sungai Malaka
Melaka River
Sungai Malaka yang terdekat dari rute kami saat itu adalah yang di sekitar Jonker Street. Di sepanjang sungai ini terdapat banyak restoran. Jadi sambil makan, pengunjung dapat menikmati suasana di pinggir sungai. Banyak turis yang mengambil momen romantis ini bersama pasangannya. Namun tidak menutup kemungkinan juga bagi keluarga untuk makan di pinggir sungai ini.
Melaka River Cruise
Di sungai ini juga terdapat Malaka River Cruise. Selama 45 menit, penumpang yang naik diatas kapal ini akan diajak melintasi sungai Malaka sambil mendengarkan dokumenter dalam bentuk audio. 

8. Jonker Street
Jonker Street
Terkenal sebagai tempat dimana kolektor barang antik mencari barang, Jonker Street pun terkenal sebagai tempat untuk mencari makan malam dan suvenir. Bahkan di akhir pekan, disepanjang jalan Jonker ini ada pasar malam. Saat kami datang, karena hari biasa, suasana di Jonker tidaklah begitu ramai. Namun kami mendapati bahwa harga suvenir di tempat ini lebih murah daripada yang di Coronation Park.
Ondeh Melaka yang seperti kue klepon.
Berhubung sudah jam enam malam, kami mencari makan malam di daerah ini. Penasaran dengan makanan khas di sini, hainanese rice ball, kami pun mampir ke Farmosa. Kami pun memesan makanan khas mereka yaitu rice ball, kalau kata adik nasi kepal. Rasa makanannya cukup enak, hanya saja porsinya kecil. 

Setelah makan, kami pun berjalan kembali menuju hotel. Rute yang kami pilih agak sedikit berbeda, dengan tujuan untuk melihat sisi yang lainnya. Yang pertama kami lalui adalah Museum Bahari. Flor de Mar atau Maritime Museummerupakan replika kapal Portugis yang terdampar di Pantai Malaka. Museum ini berisi sejarah bahari di Malaka dan masa kejayaan kesultanan Malaka. Untuk masuk ke museum ini, pengunjung harus membayar tiket masuk.
Museum Bahari
Yang uniknya dari kota Malaka adalah hampir disetiap sudut kota terdapat bekas benteng-benteng. Salah satunya adalah The Fort of Frederik Hendrik. Walau sudah menjadi reruntuhan, namun pemerintah menjaganya dan menjadikannya sebagai salah satu historical site yang dapat dilihat.
Peninggalan The Fort do Frederik Hendrik.
Kami pun mampir sebentar ke Mahkota Parade yang terletak berseberangan dengan Dataran Pahlawan. Mall ini cukup besar dan lengkap. Tujuan kami adalah untuk mencari supermarket. Di sini ada Giant, yang harganya cukup murah. Di Giant ini tidak disediakan plastik. Jadi kalau mau belanja, harus bawa tas sendiri atau membeli tas Go Greendari mereka.
Dipavali 
Selain itu di Mahkota Parade ada Daiso. Kami pun menyempatkan diri untuk mampir. Daiso di sini cukup lengkap, dibandingkan Daiso di Sungei Wang. Banyak barang yang tidak ada di Indonesia namun ada di sini, terutama pernik-pernik untuk anak-anak.

Selesai berbelanja, kami pun kembali ke hotel. Kami memutuskan untuk naik grab, walau jaraknya tidak jauh. Lumayan menenteng air minum yang kami beli. Saat kami memesan Grab, ternyata kami mendapatkan pengemudi yang tidak dapat berbicara dan mendengar. Pengalaman pertama kami naik mobil yang dikendarai oleh pengemudi yang tuna wicara. Namun walaupun tuna wicara, auntie ini sangat ramah dan kami pun tiba di hotel tanpa kekurangan suatu apapun. 

Pengalaman anak-anak berkeliling melihat historical site di Malaka memang cukup menarik. Walau mereka tidak begitu memahami kenapa di Malaka bisa banyak peninggalan yang berbeda-beda, namun mereka menikmati melihat-lihat dan berkeliling. Lumayan, untuk jadi bahan saat mengajar sejarah =D

Previous Post
Next Post

0 komentar: